← Back to portfolio

Hujan Kala Itu

Published on

"Tok, tok, tok," detak sang rintik mengetuk permukaan jendela.
Bulirnya menelisik masuk lewat isak para tuna-asmara.
Mereka merasa tenang tatkala hujan mulai menggenang.
Meskipun masih harus mengenang kenang yang berlinang.

Bagi mereka, hujan selalu punya dimensi bagi orang-orang yang tengah depresi.
Membuka ruang imaji bagi para patah hati.
Menjadi ruang hampa tempat membuang nestapa.

Adalah hujan, yang mampu menjebak kita dalam sebuah perbincangan.
Derasnya kala itu, mempertemukan mata kita dalam satu garis lurus.
Udara dingin yang merangkulmu cemburu dengan hangatnya obrolan kita.

Jujur saja, Aku harap saat itu hujan terus merintik selamanya.
Pun aku harap dinginnya malam dapat membekukan waktu.

Telingaku ingin lebih banyak dilalui oleh padatnya lalu lintas ceritamu.
Memoriku ingin lebih banyak menyimpan keluh kesahmu.
Juga mataku, ingin berlama-lama bertamu di matamu.

Tatkala rinai hujan telah usai, kita berpisah dengan sebuah lambai dan hati yang mengandai-andai.

Tidak.
Bukan kita.

Hanya aku saja.

Semoga kita punya perasaan yang sama.

0 Comments Add a Comment?

Add a comment
You can use markdown for links, quotes, bold, italics and lists. View a guide to Markdown
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply. You will need to verify your email to approve this comment. All comments are subject to moderation.

Subscribe to get sent a digest of new articles by Riyandi Joshua

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.